Thursday, January 24, 2013

Exclusive


are we ... exclusive ?”

Kamu masih asik memainkan jari - jari di atas tombol – tombol kecil smartphone berwarna putih itu  sementara aku sejak tadi berusaha mencari kalimat yang tepat,yang tidak terlalu memaksa, tidak terdengar desperate, tapi menghasilkan jawaban yang diinginkan.  

“Hmmmh ... males deh kalo udah bahas yang kayak gini”

Entah jawaban dari kamu atau blackberry menyebalkan yang sejak tadi menyita perhatianmu itu yang membuatku patah semangat untuk meneruskan pembicaraan ini.  Dialog ini pun akan menjadi mirip dengan cerita Tom dan Summer di 500 Days of Summer. Kalaupun memang harus berkahir sama, at least aku harus menyelesaikan nya saat ini juga agar tidak terus terjebak di permainan peran tanpa nama ini.

“Maksudnya ?”

“Ya ngomongin relationship.” Masih sambil memainkan Blackberry-mu.

“Kenapa ?”

Because we tend to hurt or get hurt in relationship”

But you already did ...”

Iya. Di malam waktu kamu menolak aku ajak makan malam karena harus menemani saudara mu yang datang dari luar kota. Lalu pada saat kamu menerima telepon mesra dari teman baru mu di depanku beberapa minggu lalu. Dan di setiap pesan ku yang tidak terbalas karena kamu sedang sibuk membalas pesan – pesan dari nya, seperti saat ini.

“Makanya ... kamu anggap nya kita kayak teman biasa aja. Jadi nggak bakal sakit hati kan kalo ada apa – apa ... ” Kali ini kamu mulai menaruh Blackberry-mu, duduk dan bersandar di bahuku.

“Teman ? Friends don’t hug each other, don’t kiss each other

Kamu bergeser menjauh dan aku membuka Winamp di laptop kemudian memilih Fallin’ dari Alicia Keys untuk menyamarkan suara detak jantung yang berdetak kencang karena kesal. Tanpa disamarkan pun kamu tidak peduli seberapa kesalnya aku.

“kamu ingat waktu pertama kita ketemu ? you said that eight letters, three words. Dan hari – hari setelah itu,  all the sweet words you said, all the nights we’ve spent together. Itu apa ?”

Aku masih belum puas berdebat mengenai perbedaan definisi yang kita punya tentang teman. Mungkin kamu mengucapkan tiga kata itu ke semua temanmu. Lalu kalian berpelukan, berciuman, dan menghabiskan malam dan pagi bersama.

“Maaf ya ... waktu itu aku cuma mau meyakinkan diri sendiri aja ”

‘Maaf’ dan ‘Cuma’ seringkali bukan pasangan kata yang tepat untuk berada di sebuah kalimat. Dan kalimat yang baru saja kamu ucapkan bukan kalimat yang tepat yang ingin aku dengar.

“Meyakinkan apa ?”

“ya ... do I really wanna be in a relationship or not

Tidak usah diteruskan. Aku sudah tahu jawaban nya. You tried to make it works and apparently we’re just good to be friends. Yeah, yeah ... it’s about me who expected too much. But hey, who will not expect that much when someone says they love you ?

“Terus sekarang ?” dan aku masih penasaran untuk mendengar jawaban nya dari mulutmu sendiri.

“Ya ternyata, setelah beberapa bulan sampai sekarang ini. I don’t feel something special. Maaf ya Satria.”

Seakan cerita itu belum cukup membuat hatiku meradang. Kamu lalu berterus terang bahwa saudara yang selama ini kamu ceritakan sebetulnya adalah teman dekatmu. Aku sudah tahu. Dan kamu pasti sudah sering memeluknya, mencium bibirnya, berbagi malam dan pagi dengan nya. Seperti yang kamu pernah lakukan dengan temanmu ini. Iya kan ?

Oh girl, you really made my night. You’re such a nice girl. But I can’t stand you’re being nice to everyone. I want someone exclusive and it’s not you.
Kamu pun meninggalkan kamar ku setelah permintaan maaf mu beberapa kali tidak aku gubris. Setelah kamu menutup pintu itu, aku tidak akan lagi menunggu mu pulang. Tidak akan lagi mengetuk pintu kamarmu ketika melihat lampu kamarmu sudah menyala. Tidak akan lagi ada ucapan selamat pagi, selamat makan siang, dan tutur manis merayumu.

Bye.

4 comments:

Willma Quenicka said...

It was a true story? ckckck.. ayo je semangat terus membuat fiksi :) jadi aku ada temennya.. Pesenan kamu yang sewindu lagi aku pikirin setelah novel aku kelar yaaa hahahaa..
willmaquenicka.wordpress.com

Van Der Woodsen said...

bukan true story koq

Willma Quenicka said...

It was a true story, wasn't it? hehehe ayo semangat menulis.. yang sewindu lagi aku pikirin nih.. hahaha.. :D , Aku lagi buat novel kedua buat lomba di bentang doain aku willmaquenicka.wordpress.com

Anonymous said...

Apel. :')