Thursday, November 04, 2010

Distant-genic

Setelah beberapa waktu menghilang, Pandu tiba – tiba muncul kembali di hadapanku. Di cafe itu pada jam – jam biasa kita bertemu. Kemunculannya memunculkan perasaan kaget, senang, pokoknya tidak jelas. Aku tidak mau lagi terjebak pada perasaan yang tidak mungkin terbalas. Tidak mau mengikuti permainan yang bahkan sudah berakhir sebelum dimulai. Kali ini aku mencoba biasa saja, menghadapi Pandu yang tepat berada di depanku. Tapi ternyata hati kecil ini terlalu provokatif, seberapa keras aku berusaha untuk biasa saja tetapi dia selalu meyakinkan bahwa aku tidak biasa saja. Aku pernah berjanji pada diri sendiri jika aku tidak bisa melihatnya lagi itu tidak akan masalah. Ya benar, karena justru jika aku melihatnya lagi itu yang jadi masalah. Perasaan itu kini datang lagi.

Ternyata hilangnya Pandu selama ini dikarenakan masalah pekerjaannya yang sedang sangat sibuk. Sekarang kesibukkannya mulai kembali normal sehingga dia bisa datang ke cafe ini dan mengobrol denganku seperti biasa sampai fajar tiba. Sampai mata kita tak mampu lagi terjaga walaupun mulut masih ingin berkata - kata. Lalu kemana pacarnya ? bukankah seharusnya dia bersama pacarnya sekarang. Tapi sebaiknya aku tidak menanyakan pertanyaan itu. Tidak ada dia itu lebih baik. Sayangnya tanpa aku bertanya pun, dia tetap membahas pacarnya itu. Obrolan yang semula tentang keseharian kami, tentang hal – hal yang kami sukai berakhir dengan cerita Pandu tentang pacaarnya. Dia bilang ada yang lain dengan pacarnya, dia agak dingin dan kadang susah dihubungi. Pandu mengira mungkin dia berselingkuh. Walaupun aku tersenyum mendengarnya dan berharap itu benar, tapi aku harus bereaksi kebalikkan nya. Aku bilang

”Belum ada bukti kan, jadi lebih baik think positively aja. Mungkin dia sedang ada masalah pribadi.”

Perkataan yang benar – benar palsu. Karena sebenarnya aku lebih ingin mengatakan ’iya, pasti dia selingkuh. Lebih baik kamu putusin dia, masih banyak perempuan lain yang lebih baik’ seperti aku.

Sepulang dari cafe, Pandu mengajak menonton DVD di tempatku karena kebetulan beberapa hari yang lalu tempat tinggalnya sudah pindah dan lebih dekat dengan tempatku.  Aku senang sekali mendengarnya, tidak mungkin aku tolak. Tapi aku harus tetap bersikap biasa saja. Jangan berlebihan. Bahkan sedikit jual mahal dengan berkata

”Emang nggak kepagian ya ? ga ngantuk ? nanti kerja kan ?”

Dan sialnya sikap munafik itu menjadi bumerang untukku. Pandu tidak jadi mampir ke tempatku, katanya tidak enak sudah kepagian lagipula dia besok harus kerja. See ? semuanya benar – benar gara – gara pertanyaanku tadi.

Setelah pertemuan kembali dengan Pandu. Aku kembali merasa seperti orang bodoh, atau kurang kerjaan. Seharian bahkan sampai tidur pagi untuk tetap online di instant messenger hanya untuk mengetahui Pandu online atau tidak. Kembali rajin ke cafe supaya bertemu dengan dia lagi. Walaupun di antara semua percobaan mungkin hanya beberapa saja yang akhirnya membuahkan hasil. Itu pun sebagian besar karena kebetulan. Sampai pada akhirnya Pandu mengajakku makan malam, kali ini bukan karena kebetulan.

Aku sibuk mempersiapkan diri sebelum berangkat. Berdandan, mengurusi rambut, memilih pakaian sampai aku berpikir. Kenapa harus sesibuk ini ? ini kan Cuma makan malam bareng biasa. Lagipula aku sering bertemu dengan dia di cafe dengan keadaan biasa saja. Akhirnya aku pergi dengan penampilan biasa saja, walaupun Pandu sempat berkata aku lebih rapih dan cantik dari biasanya.

Saat bertemu kami tidak pernah kehabisan bahan obrolan. Apapun bisa menjadi topik, termasuk ... tentu saja pacarnya. Dia bilang pacarnya masih sedikit aneh. Dia juga bilang, walaupun pacarnya yang sekarang tidak secantik mantan – mantan nya, tapi dia tidak ingin terjadi sesuatu pada hubungan mereka. Entah mengapa ada yang sedikit mengganggu di telingaku. Bukan karena ternyata dia tidak ingin ada apa – apa dengan hubungan mereka, tetapi lebih karena pernyataan Pandu tentang pacarnya yang tidak secantik mantan – mantan nya. Setelah itu, tanpa aku minta Pandu menceritakan tentang semua mantan – mantan nya. Ternyata dia masih menyimpan foto – foto mereka. Dia memperlihatkan padaku satu per satu sambil menceritakan setiap foto yang sedang ia tunjukkan, sayangnya hampir semua komentar berbau fisik. Dan yang jelas, jumlah mantan nya cukup banyak. Seorang player. Ok.

Di hari yang lain Pandu memintaku untuk membereskan tempat baru nya karena masih berantakkan setelah pindahan beberapa waktu lalu. Dia juga memintaku untuk membantu mendekorasi tempat tinggalnya tersebut. Tidak ada pertemuan kita tanpa diwarnai dengan curhatan Pandu soal pacarnya. Pandu bilang pacarnya semakin aneh, bahkan dia menolak ketika diajak ’have sex’. Padahal biasanya tidak.   Have sex ?  biasanya tidak ?

Entah kenapa ceritanya itu membuyarkan konsentrasi ku. Membuat aku tidak nafsu lagi  mencerna setiap kata – kata berikutnya. Selain merasa agak terkejut karena ternyata mereka sedekat itu, juga agak sedikit heran ternyata setelah mengenal dekat, Pandu agak berbeda dengan yang aku bayangkan, bahkan jauh berbeda dari ya ang aku bayangkan ketika diam - diam melihatnya dari sudut cafe.  Di jalan kami bertemu seseorang yang sepertinya mengenal Pandu.

”hey Ndu !”  , kata perempuan itu.
”Hai.”
”Ini cewe baru lo ?”
”Bukan.”
”Sama siapa lo sekarang ?”
”Ada lah ...” , jawab Pandu malu – malu.
”Jarang keliatan lagi nih di Club. Takut diomelin bini lo lagi ya ? haha ...”

Mungkin yang dimaksud perempuan itu adalah pacarnya. Tetapi setelah ku klarifikasi ternyata mantan pacarnya. Pandu bilang dia sering bertengkar dengan mantan pacarnya yang dulu karena dia sering kepergok pergi ke club dengan teman – temannya.

”Padahal nggak ada apa – apa koq. Ya Cuma dance – dance sambil cuci mata lah, kadang flirting – flirting nggak jelas sih. Tapi nggak pernah macem – macem”

Kata Pandu ketika bercerita bagaimana mantan nya marah ketika saat itu dia sering pergi ke club. Mungkin dalam seminggu bisa dua atau tiga kali.

Aku seperti orang yang kehilangan nafsu makan ketika mendengar semua fakta – fakta tentang Pandu yang dia ceritakan sendiri. Seperti melihat makanan yang sepertinya enak, tetapi ketika dimakan ternyata tidak begitu enak sehingga aku tidak terlalu ingin memakannya lagi. Seperti itu kira – kira kesan ku kepada Pandu. Dia bukan makanan, tetapi efek kehilangan rasa ketertarikkan, itu lah yang aku maksud.

Seorang player, party-goer, sex before marriage,  sangat bukan tipe ku. Pandu hanya terlalu jauh dari yang aku bayangkan dan harapkan. Judgmental ? mungkin iya. Tapi apa salahnya menjadi sedikit judgmental ketika kita mencari orang yang tepat. Walaupun begitu, Obrolan – obrolan biasa dengan nya masih akan selalu menyenangkan. Aku masih ingin secara kebetulan bertemu dengan nya di cafe lalu menikmati memperhatikan nya diam – diam dari sudut cafe. Tapi untuk sesuatu yang lebih, mungkin tidak, selain juga karena tidak ada harapan.

Seperti pelangi, terkadang ada sesuatu yang hanya indah ketika kita melihat dan memperhatikan nya dari jarak jauh. Namun ketika kita berusaha terus mendekatinya, sesuatu itu pudar dan bahan menghilang. Tidak lagi indah. Distant-genic. Seperti Pandu, ternyata mengharapkan sesuatu yang lebih dari teman, terlalu berlebihan. Melihatnya, menikmati setiap detik untuk memperhatikan nya dari tempat aku duduk di sudut cafe. Sudah lebih dari cukup. 

2 comments:

suya august said...

awesome,, actually its happening to me right now,, i can taste what she tasted in this story. Like this!

Skylarikaz said...

ehem, you made me sure that the previous story was a really short short story, ck,ck,ck...
i'm wrong.
well done,
; )