Saturday, September 11, 2010

Restarted [episode 2]

this is the second part. and if u forget the 1st part here's the link :
-Part 1

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Langit saat itu sangat gelap diselimuti awan - awan mendung, air di danau pun menjadi kehitaman karena kurang nya sinar matahari yang terpantul di sana. Aku sedang terduduk tenang di sebuah perahu kecil di tengah danau. Tidak jauh dari tempatku seorang wanita juga sedang duduk di perahu kecilnya sendirian. Hari yang gelap membuat aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Air danau yang tadinya tenang kini mulai mengeluarkan suara gemericik, mungkin angin sedang kencang bertiup.Tetapi gemericik air itu terasa semakin lama semakin kencang. Air di sekitarku mulai bergerak ke arah tengah, semakin lama semakin cepat. Ketika sampai di tengah danau, air tersebut bergerak berputar ke bawah membentuk lubang pusaran. Perahu ku mulai tertarik ke tengah danau tersebut. Segera aku mendayung perahu ku dengan cepat tapi air danau tersebut terus menarik ku ke tengah. Aku memperkuat dayungan ku sementara pusaran semakin membesar. Akhirnya aku sampai di tepi danau dan tersadar masih ada seorang wanita di danau itu. Dia masih berada jauh dari tepi. Aku meneriakki nya dan menyuruh nya segera ke tepi tetapi dia tidak mendengar. Berkali - kali aku teriak tetapi ia tetap tidak mendengar. Dan akhirnya pusaran itu menjadi sangat besar dan wanita itu tertelan ke dalam pusaran air besar itu. Semakin ia tertarik ke dalam pusaran, aku merasakan leherku semakin tercekik dan sulit bernafas. Sampai ketika wanita itu benar - benar tertelan pusaran, aku benar - benar kehabisan nafas. Aku pun terbangun dari tidur dengan nafas terengap - engap. 

Mimpi.

Sejak kuliah aku sering mengalami Rapid Eye Movement Sleep Disorder yang membuatku terbangun di tengah malam karena mimpi - mimpi aneh. Biasanya setelah terbangun seperti itu aku tidak bisa tidur lagi. Ku putuskan untuk mengambil buku jurnal coklat milikku dan membaca sisa halaman yang belum terbaca. Buku itu tidak mengatakan apa - apa tentang kejadian yang membuatku trauma melainkan hanya memberitahuku bahwa hal itu adalah sesuatu yang harus aku lupakan dan tidak perlu diingat kembali. Di situ aku juga menulis  agar aku tidak menanyakan hal ini kepada siapapun yang masih aku kenal karena aku sudah pindah ke kota ini semenjak 2 tahun yang lalu sehingga mereka tidak akan tahu apa yang terjadi padaku dan tidak akan percaya apa yang aku ceritakan nanti.

Sudah pukul 3 pagi dan aku masih belum bisa tidur. Internet adalah pembunuh waktu yang paling efektif di pagi buta seperti ini dan teman sejati ketika insomnia melanda. Aku mencari segala artikel yang memuat tentang metode penghapusan memory  dan menemukan artikel yang memberikan kronologis mengenai sebuah test penghapusan memory yang dilakukan seseorang. Dalam percobaan itu dua orang sukarelawan distimulasi untuk mengingat secara aktif hubungan negatif antara laba - laba dengan ketidak nyamanan dan rasa takut yang menyebabkan mereka phobia. Hari berikutnya sukarelawan tersebut dipisah. Salah satu orang diberikan beta blocker dan pil placebo lainnya. Setelah pemberian terapi tersebut, sukarelawan yang diberikan beta blocker dan placebo menunjukkan respon yang lebih tenang daripada sukarelawan yang lain. Hari - hari berikutnya dia tetap diberikan beta blocker dan ketika dihadapkan dengan laba - laba dia jauh lebih tenang dan menunjukkan bahwa phobia nya sudah hilang.

Dari artikel tersebut aku menangkap bahwa pengobatan trauma bukan bertujuan untuk menghapus semua memory sukarelawan sebelum dan ketika dia menjadi phobia, tetapi untuk menghilangkan memory mereka tentang asosiasi negatif antara laba - laba dan ketakutan sehingga ia bisa merespon dengan lebih tenang ketika suatu saat mereka melihat laba - laba. Itu berarti tidak akan masalah jika aku mengingat kembali kejadian yang dulu membuatku trauma karena asosiasi negatif antara kejadian yang aku alami dan rasa ketidaknyamanan atau ketakutan yang menyebabkan trauma telah terhapus oleh terapi yang aku dapatkan.

Setelah membeli kopi di Luke's Diner, sebuah coffeeshop yang terletak di dekat flatku sekitar pukul setengah delapan pagi dengan mata yang masih mengantuk aku pergi ke Neuroscience Study Center untuk menemui Professor Eykman.

"Maaf, saya tidak bisa memberitahu kamu." , Jawab Professor ketika aku menanyakan alasan mengapa aku melakukan metode ini.

"Bukankah setelah metode ini dilakukan berarti trauma saya sudah hilang ? itu artinya tidak akan masalah kan jika saya ingat kembali hal itu ?"

"Iya, tapi kamu sendiri yang meminta saya untuk tidak mengatakan ini apapun alasan nya. Lagipula lebih baik tidak mengingatnya kembali , hanya untuk berjaga jika trauma yang kamu alami masih tersisa. Untuk apa kamu melakukan metode ini kalau pada akhirnya kamu ingin mengingatnya kembali ?" , Professor Eykman tetap tidak mau memberitahuku seberapa pun aku memaksa. Mungkin memang harus aku yang mencari tau sendiri seperti yang dikatakan buku itu, yang bisa aku percaya hanyalah diriku sendiri. Atau memang aku tidak perlu mengingatnya lagi ? Entahlah.

Pulang dari Neuroscience Study Center aku pergi ke sebuah art exhibition  yang digelar di  NewArt gallery di Java street. Jalan yang berada di pusat kota Betaford dimana di sana terletak Betaford Time Square dan  juga kawasan perkantoran. Sebuah layar LCD besar terpampang di salah satu sudut jalan nya untuk menampilkan iklan atau pun breaking news. Aku mendapatkan informasi tentang art exhibition ini dari internet ketika aku sedang browsing di pagi buta tadi. Sejak kecil aku menyukai seni, terutama yang berhubungan dengan menggambar. Oleh karena itu aku mengambil kuliah di jurusan design komunikasi visual, walaupun tidak murni tentang seni tetapi masih ada sedikit hubungan nya.

Art exhibition  itu menampilkan patung - patung yang terbuat dari logam dan beberapa lukisan bertema surealis. Aku tertarik pada satu lukisan yang dipajang di sudut ruangan yang berjudul "paradox". Sebuah lukisan yang menggambarkan tangga paradoks yang dibangun di atas gedung pencakar langit. Jika ditelusuri ke atas, tangga itu tidak akan membawa kita ke puncak tapi justru kembali ke bawah.

Seorang wanita mendekati lukisan itu dan berdiri di sebelahku untuk melihat lukisan tersebut. Aku tidak terlalu memperhatikan nya, masih fokus menikmati lukisan.

"Paradox is a form of irony, great and bad at the same time ...", kata wanita di sebelahku tiba - tiba. Aku menengok ke arahnya. Tidak ada orang. Apa ia berbicara kepadaku ? Wajahnya cukup menarik. Rambutnya diwarnai coklat tembaga dengan keriting gantung buatan yang membuatnya terlihat lebih anggun.

"Where there's a thin line between reality and subconscious ..." , aku melanjutkan kata - katanya.

Wanita itu kemudian terdiam, lalu melihat ke arahku dan tersenyum.
"I don't see that in the picture's description. Is that unwritten additional information ?"

Damn ! Ternyata dia sedang membaca deskripsi lukisan yang tertulis di kertas yang ditempel di bawah bingkai lukisan. Aku kira dia sedang berbicara kepadaku.

"Well ...i suppose ...", kataku dengan sedikit malu. Ternyata dia manis ketika tersenyum.
"Gail ...", wanita itu menyebutkan namanya dan menyodorkan tangannya kepadaku. Aku pun memperkenalkan diriku.

"Axel ... if that was the way to flirt on me . i think  it's a weird flirting."
"Haha ... so let's have a proper introduction then. Are you in a rush ?"
"No, i'm free.", jawabku.
"Wanna go for a cup of coffee ?", tanya wanita itu.
"Actually i've bought coffee this morning. But i think i will need more today."

Kami pun berjalan menuju ke coffee shop yang berada di sekitar Java Street dan meninggalkan NewArt gallery. Ketika sampai di depan gallery, seorang wanita memanggilku.

"Axel ... ?" , kata wanita itu dengan wajah kaget. Aku tidak mengenalnya.
"mmhh ...ya ? maaf, saya tidak kenal anda. Apa anda ..."

Belum sempat aku melanjutkan kata - kataku untuk menanyakan apakah ia mengenaliku tiba - tiba seorang laki - laki yang berjalan di belakangnya menghampirinya dan menarik tangannya lalu mengajak nya pergi. Sambil berjalan terlihat laki - laki itu berbisik kepada wanita barusan. Sepertinya itu suaminya.

Di dalam coffee shop aku dan Gail mengobrol banyak. Diawali dengan perkenalan basa - basi lalu Gail banyak menceritakan tentang dirinya. Dia bekerja sebagai model di kota ini. Ia tinggal hanya bersama dengan ibunya karena orang tuanya sudah bercerai. Dan ...she's single. Entah kenapa itu menjadi salah satu fokus perkenalan. Padahal aku sedang tidak berniat mencari pasangan. Aku sedang fokus untuk menyelesaikan masalahku dulu. Bukan nya mencari informasi yang bermanfaat, kenapa aku malah duduk di dalam coffee shop bersama wanita yang baru saja aku kenal barusan. Tapi jika ada wanita cantik dan menarik mengajak berkenalan, kenapa tidak. Mungkin aku memang butuh break sejenak dari masalahku ini atau mungkin aku membutuhkan seorang teman untuk membantuku melewati masalah ini. Untuk saat ini, aku hanya akan menikmati secangkir kopi dulu dan percakapan dengan Gail, Abigail.

No comments: