Sunday, October 31, 2010

If I never see your face again

Saturday is always a lonely day, but i never feel as lonely as now. I ain’t talking about a date. It is more about ’companion’.

Sudah setengah dua belas malam dan aku tidak mengantuk sama sekali. Lebih tepatnya tidak ingin tidur. Sepertinya pergi untuk minum kopi di cafe dekat kost an ku adalah ide yang bagus untuk saat ini.

Aku memilih tempat duduk di dekat kaca supaya aku bisa melihat ke jalanan sehingga aku tidak bosan duduk sendiri di situ berjam – jam. Saat ini ada lima orang tersisa di sini. Aku, tiga orang laki – laki yang duduk berkumpul, dan yang paling menarik perhatianku adalah seorang laki – laki yang duduk di arah jam 2 dari tempat aku duduk. Secara fisik dia menarik, kulitnya putih dengan wajah oriental dan potongan rambut pendek rapi, mungkin bisa dibilang tipe ku. Pasti pacar nya adalah wanita yang sangat cantik juga, bukan perempuan biasa sepertiku. Tapi saat ini dia sendirian, mungkin juga dia masih single.

Agar tidak terlihat aneh dan mati gaya aku mengeluarkan handphone dan pura – pura memainkan nya, padahal tidak ada sms yang masuk atau tidak sedang browsing maupun chatting. Hanya memainkan – mainkan keypad agar terlihat beraktifitas. Setelah tiga orang laki – laki yang lain pergi kini yang tersisa di tempat itu Cuma aku dan dia. Kini aku tidak perlu lagi berpura – pura bermain handphone karena sekarang bukan Cuma aku yang duduk dan berdiam diri di tempat ini sendirian. Sesekali aku memperhatikan dia yang duduk di sana, semakin dilihat semakin menarik. Aku pun berimajinasi jika dia beranjak dari tempat duduk nya dan menarik bangku di dekat ku lalu mengajak berkenalan.

Sudah sekitar dua jam aku berada di sini, dan dia masih belum beranjak pergi. Entah mengapa itu juga membuatku tidak ingin beranjak pergi. Aku merasa ditemani seseorang, padahal kita tidak mengenal satu sama lain. Apakah dia juga memperhatikan aku seperti aku memperhatikan dia ? atau dia menyadari sejak tadi aku memperhatikannya dan menganggap aku perempuan aneh.

Laki – laki itu lalu beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan cafe. Aku pun tidak punya alasan lagi untuk tinggal di sana dan akhirnya pulang tidak lama setelah dia pergi.

Besoknya aku kembali ke tempat itu pada jam yang sama. Berharap dia berada di sana dan duduk di tempat yang sama. Tapi tidak, dia tidak di sana. Mungkin kali ini dia datang terlambat, atau apakah dia datang lebih awal dan sudah pulang ? aku menunggu di situ dan dia tetap tidak datang.

Malam berikutnya aku datang lagi. Dan dia tidak datang lagi. Aku berpikir ini sangat bodoh. Untuk apa juga aku datang ke sini Cuma untuk melihat dia, mungkin dia Cuma orang yang tidak sengaja lewat lalu mampir ke cafe ini.

Tapi hari berikutnya aku masih tetap datang ke tempat itu, dan kali ini dia ada. Membuatku senyum – senyum sendiri karena senang dengan kehadiran nya. Padahal dia Cuma duduk di sana, tidak melihatku sedikit pun apalagi berbicara.

Sejak malam itu setiap aku datang, dia sudah berada di sana. Sampai suatu saat ketika aku berjalan pulang meninggalkan tempat itu, ada seseorang berteriak memanggil – manggil aku. Laki – laki itu. Dia mengantarkan handphoneku yang tertinggal di sana. Rupanya setelah ritual berpura – pura main handphone tadi aku tidak memasukkan nya ke saku tetapi menaruh nya di kursi. Aku berharap saat itu dia menyodorkan tangannya dan memperkenalkan diri. Tapi dia langsung berbalik dan kembali ke tempat itu setelah aku mengucapkan terima kasih.

Imajinasi itu akhirnya menjadi realita ketika pada suatu malam dia tidak hanya duduk di tempat nya biasa duduk, tapi ia menarik bangku ke meja ku dan duduk bersama ku. Mengajakku berkenalan. Namanya Pandu. Lebih dari yang ku pikir, dia tidak hanya menarik secara fisik, tetapi dia juga partner ngobrol yang sangat menyenangkan. Sepertinya sekarang aku resmi menjadi salah satu fans nya sekarang. Dia meminta account facebook ku lalu me-add ku menjadi teman nya dan langsung aku approve saat itu juga. Kami mengobrol sampai pagi, obrolan yang berawal dari topik tentang film itu berlangsung sangat lama tetapi tidak membosankan. Bahkan membuat ketagihan.

Sekarang aku tidak perlu lagi seperti orang bodoh datang ke cafe itu dan beraharap dia datang tetapi tidak datang. Kami biasanya mengirim message lewat facebook jika ingin pergi meminum kopi di cafe itu. Obrolan kami pun tidak sebatas di cafe itu saja, kami juga sering chatting di facebook dan membicarakan berbagai hal. Mulai dari soal film, tentang kehidupan sehari – hari , tentang masa lalu, dan banyak lagi. Pernah sekali dia bertanya apakah aku sudah punya pacar. Aku jawab belum, lalu dia bertanya lagi laki – laki seperti apa yang aku suka. Ingin aku jawab ”seperti kamu” , tapi sepertinya akan terdengar murahan jadi aku jawab saja sesuai ciri – ciri nya.

Kemudian aku balik bertanya apakah dia sudah punya pacar, dan dia jawab ”sudah”. Sungguh jawaban yang sangat tidak aku harapkan. Agak menyesal bertanya, tapi akan lebih buruk jika aku tidak mengetahuinya. Pacarnya berada di luar negeri. Dia sedang menyelesaikan kuliah di sana. Jadi ternyata dia selama ini pergi ke cafe itu mungkin bukan untuk mengobrol denganku tetapi untuk mencari pengalih perhatian dari serangan syndrome long distance relationship. Jadi selama ini dia online bukan untuk chatting denganku tetapi karena dia sedang chatting dengan pacarnya juga. Poor me.

Aku bertemu lagi dengan Pandu di cafe itu secara kebetulan, bukan karena kami janjian. Dan dia bilang dia datang ke situ untuk menunggu seseorang, pacarnya. Ternyata pacarnya sudah kembali ke Indonesia. Sambil menunggu kami berdua mengobrol seperti biasa, tetapi rasanya aku tidak se-excited biasanya. Lalu pacarnya pun datang. Pandu memperkenalkannya kepada ku. Dan ya sesuai yang aku bayangkan, dia memang cantik. Paling tidak lebih cantik dari aku. Dengan sadar diri aku meninggal kan mereka berdua dan duduk di tempat biasa aku duduk. Seperti saat malam pertama aku melihatnya, sekarang aku juga hanya bisa duduk sendiri di sini dan memperhatikan nya diam – diam.
Sejak malam itu kami jarang bertemu di cafe. Atau mungkin dia tidak pernah datang lagi ke cafe itu. Di online chatting pun kami tidak bertemu. Pasti dia sudah sibuk dengan pacarnya. Tetapi paling tidak aku sudah bisa mendapatkan lebih dari apa yang aku bayangkan. Tidak hanya duduk dan memperhatikan nya diam – diam dari tempatku, tetapi aku bisa mengobrol dan mengenalnya secara langsung. Menjalani hubungan yang aku kira bisa disebut teman, atau sekadar seorang kenalan. Yang jelas, sudah lebih dari apa yang aku bayangkan. So if i never see his face again, i don’t mind.



5 comments:

gayatri-ardila said...

sometimes there's special thing that may just be a phone call away.
[apa coba]

good. mencoba menjadi dan menulis dari sisi seorang perempuan.
cuma mungkin agak 'jarang' juga kalo cewek dengan segampang itu bilang " so, if i'll never see your face again, i don't mind"

yaah rada jarang yang kayak gitu. paling gak pasti ada lah mewek-meweknya. hoho :D

Van Der Woodsen said...

cuma baru sekedar kenalan doank gt,
plis deh, masa ampe mewek2.

btw itu apa mksdny ya ? sometimes there's special thing that may just be a phone call away.

gayatri-ardila said...

haha suka ada yang separah itu je. ckck

maksudnya, hal-hal yang kita anggap special itu biasanya cuma sekedar "numpang lewat" doang. istilahnya kayak kalo kita telpon, cuma semenit-dua menit. setelah semua urusan yang dianggap penting selesai, ya selesai sudah.

Van Der Woodsen said...

hah, iya benar benar. karena mungkin kalo kelamaan udah ga special lagi jadinya

gayatri-ardila said...

hmm ya iya sih.. tapi kalo emang bisa tetep special dalam jangka waktu yang lama, ya why not kan? he

tapi kembali lagi, nothing last forever