Tuesday, October 05, 2010

Restarted [episode 5]

Selama di taxi kami tidak banyak berbicara. Aku tenggelam dalam lamunanku dengan perasaan cemas dan gelisah membayangkan bahwa aku semakin dekat dengan jawaban dari semua teka - teki ini. Di sisi lain aku takut, bagaimana jika semua ini adalah hal terburuk yang tidak ingin aku tahu. Gail juga tidak banyak berbicara. Entah apa yang ada di dalam pikiran nya tetapi dia juga sibuk dengan pikiran nya sendiri.

"What do you want from me ?" , tanya laki - laki itu ketika aku sampai di tempat kami bertemu.

Kami bertemu di pinggir sebuah danau. Dia sudah datang terlebih dulu sedangkan aku dan Abigail baru saja datang. Orang itu berbicara tanpa melihat ke arahku, dia terus memandang ke arah danau. Dengan langkah ragu aku mendekatinya perlahan.

"Katakan, semua yang kamu tahu tentang aku." Jawabku.
"I know nothing."
"Really ? But the woman in the gallery, she knew me. she's you're wife, right ?"
"Yes."
"How come she recognized me ? Are we friend ? "
"Look , you better forget it all. Live your life, forget your past. You're the lucky guy who can forget your past. Why on earth you want to remember it again ? " kata laki - laki itu sambil berlalu pergi. Dia kelihatan kesal. Entah kenapa dia harus merasa kesal atas pertanyaanku. Sebegitu susah kah untuk membantuku ? atau dia mempunyai dendam padaku.

Aku menarik tangannya dan dia berhenti kemudian melihat ke arahku. Kami beradu pandangan. Aku kembali teringat adegan perkelahian antara aku dan dia. Ya dengan dia. Kali ini aku ingat dengan jelas orang lain yang ada dalam perkelahian itu adalah dia. Aku kembali melihat potongan film itu tetapi kali ini semuanya lebih jelas. Aku bisa melihat wajahnya, ia memukulku hingga terjatuh dan mengeluarkan darah dari wajahku.

Sebuah ID Card jatuh ketika aku menarik tangannya, rupanya aku menariknya cukup kuat. Aku mengambil nya dan melihatnya. Namanya adalah Julian dan dia bekerja di Neuroscience Study Center. Aku kira dia bekerja di perusahaan advertising atau semacamnya karena Abigail mengatakan bahwa ia adalah salah satu client nya.

"Who are you Julian ?" Aku bertanya padanya dan dia terdiam.
"Gail, siapa dia ?" Gail pun tidak menjawab ketika aku bertanya padanya.

Sepertinya apa yang dikatakan Gail tentang Julian tidak benar. Aku merasa bahwa Julian bukan client Gail seperti yang ia ceritakan. Mungkin mereka bukanlah partner bisnis. Lalu siapa dia sebenarnya ? Mengapa Gail harus berbohong, bukankah dia bilang ingin membantuku. Suasana menjadi sunyi, Gail dan Julian hanya bisa menunduk dan tidak menghiraukan pertanyaanku.

"Gail, i know you lie to me. He's not your client. He's working at Neuroscience Study Center. Did you become a model for this kinda place ? Please tell me the truth, who is he ? You said you want to help me. But why are you so silent ?" Aku menatap mata Gail, memegang pundaknya dan berbicara padanya dengan pelan. Gail bahkan tidak mau menatap mataku. Ia terus menunduk dan kadang membuang pandangan. Wajahnya memerah, dan matanya mulai berair.

"It's enough ! I quit ! I can't do this anymore." Kata Gail dengan air mata yang tak tertahankan. Aku tak mengerti apa yang dia katakan. Julian melihatnya dengan tatapan tajam seakan menyuruhnya diam.

"You're the one who started it, you're the one who should end it !" kata Gail sambil menunjuk Julian dengan penuh emosi.

"Can anyone please tell me what's going on here ?"

"Okay ... ok. I know this time will come. I know it won't work out. I know sooner or later i have to end it." Julian akhirnya membuka mulutnya.

Aku hanya diam menunggu kata - kata selanjutnya dan penjelasan atas semua ini. Julian menatapku dan wajahnya menjadi sayu. Kemudian dia melanjutkan kalimatnya.

"I know you ... i really know you ... We were a friend. I was the first person that you met when you came to this town. You were looking for a job and didn't have a place to stay. I offered you to stay in my flat. We shared a flat so it would be more cheaper. Since that time, we're getting closer. We became a best friend. Even more."

"What do you mean ?"

"I like men. I'm a pervert. I like you more than a friend. I got a crush on you."

"What ?" aku sedikit kaget mendengarnya.

Saat Julian mendekat, aku dengan jelas bisa mencium wangi parfumnya. Dan bisa aku pastikan parfum ini sama dengan yang aku beli beberapa hari lalu, yang tidak sengaja dipecahkan oleh Abigail. Lalu aku teringat suasana di The Hungry Diner. Saat aku bersama seseorang di sana. Bukanlah aku yang memakai parfum itu pada saat itu, tetapi Julian. Orang yang duduk didepanku pada saat itu adalah Julian.

Julian melanjutkan kata - katanya.

"You were a really straight guy. It's me the one who influenced you. I drag you to my world. I've made you believe. As time goes by , i could convert you to be a person like me. And we become a lover."

"You must be kidding me !" aku tidak percaya apa yang dikatakan Julian. Aku tidak mungkin seperti itu. Aku tidak mungkin menyukai dia. Semua ini pasti bohong. Tapi aku tidak bisa memungkiri aku memang melihat Julian di memory ku itu. Bahkan aku mengingat hal lain nya. Aku teringat saat kami masih tinggal di flatku yang lama dan bagaimana pertama kali kami bertemu. The Hungry Diner itu, bukan hanya sekali kami ke sana. Itu adalah tempat yang biasa kami kunjungi. Julian berada di sana. Tapi tidak mungkin aku seorang yang sepeti itu. Aku tidak tahu apa lagi yang akan ia katakan. Aku tidak kuat mendengarnya.

"You lie ! you lie ... i know you lie. The woman at the gallery, she's your wife ! i know that. And you've just said she's your wife. So, you're not that kinda people right ?" aku masih berharap bahwa semua yang dikatakannya bohong.

"Yes, she's my wife. Setelah setahun kita bersama. Aku menyadari bahwa hubungan kita ini tidak benar. It won't work out. This isn't right. We can't always be like this. I want to change. I want to have a normal life. I've tried to tell you about this but i can't. Then i met this girl, i felt in love with her. Her name is Carmen."

Sekarang aku mulai mengingat saat - saat itu. Saat Julian dengan mudah menganggap semuanya selesai dan dia pergi dengan Carmen. Satu - satu nya yang membuatku tidak bisa aku terima bukanlah karena Julian mencintai Carmen atau dia meninggalkan aku untuk berubah, tetapi atas semua kejahatan yang dia lakukan. Dia membuat aku menjadi orang seperti ini dan sekarang dengan mudah dia bilang harus berubah, dia pikir aku mau seperti ini ? it's all because of him.

"I've told you that i was getting married. But you're still the same, you insisted me to come back to you. You said you won't give it up. You said you cannot forget me, you will never forget me. You said you'll always remember me and will always waiting for me. But it is impossible for me , i'll never look back." kata Julian

"You will never look back, how about me ? and i will never be the same person like the man i used to be. Do you realize it's because of you i become like this ? Do you ever think i wanna be like this ? you're so selfish. Taking me for granted, and when you don't need me you dump me."

Julian tidak merespon perkataanku. Dia hanya terdiam sejenak, menarik napas dan melanjutkan penjelasannya.

"One day Carmen and I were getting married. And you're so angry to know that. You came to our wedding ceremony and ruined everything. You told Carmen that i was a gay and you're with me. She is angry, disappointed, and shocked of course. She canceled our wedding."

Hubungan aku dan Julian pasti akan memburuk setelah aku mengacaukan pernikahannya. Aku tidak peduli. Dengan melakukan itu paling tidak dia bisa merasakan bagaimana hidupnya hancur dan berantakkan, bahkan yang dia alami tidak sebanding dengan kekacauan yang sudah dia buat padaku. Salahku memang melibatkan Carmen di sini. Dia tidak bersalah dan seharusnya tidak perlu terlibat. Tapi aku tidak punya jalan lain.

Keesokkan harinya pada waktu malam Julian menghubungiku, dia bilang ingin berbicara. Kami bertemu di flatku. Ketika dia datang kami tidak mengontrol emosi. Dia sangat marah padaku. Tapi aku juga sangat marah padanya. Kami berdua hilang kendali.

"Waktu itu aku datang ke tempatmu untuk berbicara. Tidak ada perasaan bersalah sama sekali di dalam otakmu setelah mengacaukan rencana pernikahanku. Itu membuatku sangat kesal dan marah lalu kita terlibat dalam pertengkaran" kata Julian.

"Lalu kamu memukul aku dengan keras. Sangat keras sampai aku masih ingat rasanya saat ini. Kemudian aku terjatuh ke lantai dan darah mengucur dari hidungku. Aku balas memukulmu dan begitu seterusnya. Lalu apalagi ? itu hal terakhir yang aku ingat. Apa yang terjadi setelah itu." lanjutku.

Julian terdiam. Baru beberapa saat kemudian dia berkata dengan ragu - ragu.

"Waktu itu ... waktu terakhir kali aku memukulmu cukup keras. Kamu tidak sadarkan diri. .... Saat itu aku terpikir sesuatu. Satu - satunya cara agar kamu tidak mengganggu aku lagi adalah membuatmu melupakan aku. Tapi kamu bilang kamu tidak akan pernah lupa. Pada saat itu aku terpikir, satu - satunya solusi adalah dengan ... menghapus ingatanmu ... memorimu tentang aku. Dan semua yang berhubungan dengan aku."

"What ? "

"Aku tahu aku bisa melakukan itu. Aku bekerja di Neuroscience Study Center dan itu bisa mempermudah untuk melakukan ini. Jadi waktu itu aku membuat mu tidak sadar lebih lama. Dan melakukan semua itu." kata Julian yang cukup mengagetkanku.

"Jadi semua ini rencanamu ? jadi tidak pernah ada trauma ? tidak ada sama sekali ? kau yang mengatur semuanya. Buku jurnal itu sengaja kau tulis. "

"Iya."

"Gail , apa kau sudah tahu semua ini ?"

Gail tidak menjawab seolah sudah tidak mau peduli lagi. Ia tetap tidak mau melihatku dan terus memalingkan wajahnya dari kami. Aku tahu di wajahnya ada perasaan gelisah.

"Abigail ... dia tahu semuanya. Setelah kau kembali , aku yang menyuruhnya untuk mendekatimu agar aku bisa memantau perkembanganmu. Dan aku pikir jika akhirnya kau bisa menyukainya dan kembali mencintai wanita itu juga bisa membantumu untuk menjalani semuanya." kata Julian.

Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak melayangkan pukulan ke wajahnya dengan keras. Orang yang dulu aku kenal begitu baik ternyata seorang bajingan, seorang yang jahat. Dia pikir dia siapa bisa membuat hidupku seperti ini. Dia bahkan tidak merasa bersalah sedikitpun telah membuat aku jadi orang seperti ini.. Tapi bagaimana pun, semua itu dia buat dengan sempurna seperti sebuah epic drama.

"CONGRATULATION ! congratulation .... the award for the best liar goes to you. For making me believe that these all are my deed. How could you be so evil like this JULIAN ???" Aku berbicara tepat di depan wajahnya dan menatap matanya dengan tajam.

"I have no choice, this is the best for us."

This is the best for us. Us ? i believe he only considered his best when he did it all.

"Apparently you can't erase my memory successfully. I still remember what you did, everysingle thing you said to me. Every single pain that you caused. I won't forget.  You're the person who ruined my life. I'll always remember that. But don't worry, in the other side your method does really work in erasing all my feeling to you. Don't ever think that i still love you, that is the sickest thing i ever done in my life. Once is enough, even too much"

Aku tidak punya lagi alasan untuk berada di sana di depan Julian ataupun Abigail. Seburuk apapun yang mereka lakukan tidak penting untuk terus mengungkitnya. Tidak ada yang bisa aku lakukan, pembalasan pun tidak ada gunanya. Paling tidak aku mendapatkan kejelasan tentang apa yang terjadi padaku. Walaupun membuatku mengetahui masa lalu yang mengecewakan tentang diriku, aku tidak pernah menyesal telah menelusurinya.

"Julian, i wanna ask you something ..."

"what ?"

"are you sure there is nothing about me left in your heart  now ? "

"No at all." jawab Julian tanpa ragu.

"Fine." aku kemudian mengambil buku jurnal berwarna coklat yang ternyata ditulis oleh Julian. Aku membuka halaman yang masih kosong dan menulis.

JULIAN, IT'S  TIME TO FORGET EVERYTHING ABOUT AXEL. EVEN IF YOU STILL REMEMBER HIM. JUST REMEMBER THAT HE WAS A GOOD FRIEND. NOW GO BACK TO CARMEN AND SAY THAT EVERYTHING'S GONNA BE OKAY !!!


"When i met you , i didn't even know what love is. Then you told me what is that and make me believe that there's nothing wrong for us to be in love. But now ... after all you put me through, i wanna thank you for reminding me that our love is wrong. Your way is ruthless, but i have to admit that you did a right thing." kataku setelah menulis di buku itu dan melemparkannya pada Julian.

Julian tidak menjawab pernyataanku, hanya tertunduk. Dan aku beranjak melangkah meninggalkannya. Berbagai pikiran muncul diotakku. Mulai dari pertama aku bertemu dengan nya, terkejut saat mengetahui dia menyukaiku, hingga akhirnya dia berhasil membuatku menerimanya dan kemudian berakhir seperti ini. Semuanya tidak bisa cerna, aku tidak habis pikir. Semua itu tidak mudah tapi aku akan melupakannya karena aku harus. Bukan karena itu yang dia minta, tapi karena aku ingin menjadi seperti aku yang dulu.

"You BITCH !" kataku setengah teriak ketika lewat di depan Abigail. Aku berhenti sejenak.
"I am so sorry ..." kata Abigail dengan mata berkaca - kaca. Aku sudah tidak mempunyai simpati sama sekali terhadapnya.
"Take this ! i can't pay your service. But i hope i can pay with it. I bought it today. Thanks for accompanying me at that night. " aku melemparkan kalung - yang tadinnya untuk hadiah Abigail - yang aku beli di TimeSquare sepulang dari kantor femme magazine. Wajahnya memerah ketika aku melemparkan kalung itu. Lalu aku meninggalkan tempat itu dan tidak akan pernah melihat ke belakang.

This is a bittersweet ending. There's a time when we don't realize that what we do is wrong. Things are too beautiful to be called a sin. Things are too pleasant to make as guilty . It's a guilty pleasure. Sometimes things really hurt, but we don't realize it is the best for us. We don't know what we are doing. We don't know what the future holds. Sometimes we can't forget the past , though it really hurts. But we cannot live in a past. Since today, i decide to forgive and forget. Forgive myself for all committed mistakes, for all my stupidity. Forget everything which doesn't deserve to be remembered for my future's sake. I will be happy when i decide to be happy. All the pain that i get , i will consider it as my sacrifice to find eternal bliss. Forgive, forget, and don't regret.

Axel ,

16 August.


-----------------------------------------------------------------------------------------------------
so take a bow
coz you've taken everything else
you played a part and like a star you played it so well
take a bow
coz the scene is coming to an end
i gave you love, all you gave me was pretend
so take a bow.

the future's about to change
before you know it the curtain closes
take a look around
there's no one in the crowd
i'm throwing away the pain
and you should know that your performance made me stronger now














5 comments:

gayatri-ardila said...

oh boy you've left me speechless.. You've left me speechless.. so speechless...

hmh.. ga nyangka ending nya bakalan kayak gini. bener-bener gak bisa ditebak.
beda banget dari pemikiran aku (atau mungkin hampir sebagian besar pembaca juga)

well, bagus banget je. ckck
emosinya dapet banget.
pagi-pagi baca cerita yang ending nya kayak gini jadi merinding..
good job!

ayoo bikin lagi cerita lainnya :)

Van Der Woodsen said...

ih ga baca episode 4 nya jg

gayatri-ardila said...

wkwkwkwk

maaf lupaa lupa lupa
tapi tadi barusan udah baca koq je
peace :D

Skylarikaz said...

Wooowww...
I have no words after read.
Great.
; )

Van Der Woodsen said...

thank you hehe