Monday, February 15, 2010

Rehab

Aku masih terduduk di atas kasur di kamar itu. Suasana begitu sepi hanya ada aku di ruangan itu. Dari pagi aku hanya memandang dinding dan langit – langit dan hanya ditemani oleh bayangan diriku sendiri yang aku lihat dari cermin. Aku melihat ke cermin. Sesosok laki – laki menggunakan kaos berwarna hijau dengan rambut lurus berponi disisir ke samping yang agak berantakkan. Tatapan nya kosong dan wajahnya agak pucat. Diriku sendiri.

Ketika aku memalingkan wajah dari cermin tanpa disadari seseorang telah duduk di sebelah ku. Seseorang laki – laki yang sama yang pernah aku lihat di loteng gedung waktu itu. Mengenakan sweater abu – abu dengan leher berbentuk V yang dirangkap dengan kaos berwarna putih di dalamnya. Laki – laki itu melihat ke arahku melalui bayangan cermin.

”Gimana kabar lo hari ini ?”

Sebenarnya aku malas untuk menanggapi nya, tapi entah kenapa aku berpikir keberadaan nya membuat suasana lebih baik daripada aku berteman dengan bayangan di cermin yang tidak bisa berbicara.

“Bosan, seharian gua diam di kamar ini yang gua liat hanya dinding. Gua mau keluar dari sini. Gua kesepian.”

”Udara luar nggak baik untuk kesehatan lo. Lo kan lagi dalam masa penyembuhan jadi untuk sementara lo tinggal di sini dulu ya. Cuma sementara kok.”

“Gua juga lemas. Gua nggak boleh makan ini nggak boleh makan itu padahal gua pengen makan itu. Yang boleh gua makan hanyalah bubur hambar itu.”

Aku menunjuk sepiring bubur yang terletak di meja. Piring nya tidak lagi penuh, sebagian sudah ku makan tetapi hanya sedikit, masih banyak yang tersisa.

“Keadaan lo masih rentan, kalo makan makanan itu keadaan lo bakal tambah parah dan bisa memperlama proses penyembuhan.”

Kami terdiam. Laki – laki itu berdiri dan melihat – lihat ke sekeliling kamar. Aku masih tetap terduduk dan menatapi bayangan ku di cermin tapi kali ini aku tidak bisa melihat bayanganku. Yang aku lihat di depanku justru sosok laki – laki itu. Mungkin dia berdiri tepat di antara cermin dan aku sehingga ia menghalangi bayangan ku yang dipantulkan oleh cermin. Aku mengalihkan pandangan karena aku tidak terlalu suka memusatkan pandanganku pada orang lain. Tapi tetap saja yang ku lihat hanya dinding kamar.

Aku merasa bosan di sini. Tidak ada teman tidak ada hal yang menyenangkan, semuanya sepi dan membosankan. Hening tidak ada suara apa – apa. Banyak hal yang tidak bisa aku lakukan di sini. Ingin keluar tapi aku tidak bisa.

”Kamar ini mungkin membosankan dan sepi, tapi setelah lo sembuh dan keluar dari sini lo akan menjadi lebih kuat. Di sini mungkin lo hanya bisa memakan bubur hambar itu. Tetapi setelah lo sembuh lo tidak akan rentan lagi terhadap makanan apapun.”

Dia benar. Itu alasan yang membuat ku tidak bisa keluar dari sini. Aku ingin sembuh dan sedang mengalami masa penyembuhan. Itu satu – satu nya alasan kenapa aku tetap bertahan di ruangan yang menyebalkan ini. Laki – laki itu kemudian berdiri mendekatiku dan memakaikan sebuah headphone yang memperdengarkan suara musik.

”Yang sabar ya. Ini buat lo, supaya lo bisa dengarkan musik dan nggak bosen di sini. Sebentar lagi lo pasti sembuh dan keluar dari sini.”

Dari headphone itu aku mendengar sebuah lagu mellow. Aku terlarut dalam lagu yang bertempo lambat itu yang membuat imajinasi ku kembali berjalan dan melupakan sejenak kesepian yang ada di ruangan itu. Aku tertunduk. Ketika aku mengangkat kepala, laki – laki itu sudah tidak ada di dalam ruangan ini. Yang aku lihat hanyalah bayangan diriku yang dipantulkan oleh cermin.

No comments: